1. Sejarah Singkat Pendidikan Tunanetra Di Eropa
Sekolah pertama
bagi anak tunanetra di Eropa didirikan di Paris, Perancis pada tahun
1784 oleh Valentin Hauy. Namun, selama masa-masa rusuh yang mengitari
Revolusi Perancis, sekolah yang didirikan oleh Hauy tersebut untuk
sementara luput dari perhatian orang, dan Hauy melanjutkan pekerjaannya
di Berlin dan St. Petersburg di mana dia membantu mendirikan
sekolah-sekolah khusus baru bagi para tunanetra. Selama dua dekade
berikutnya sekolah-sekolah semacam ini berdiri di kota-kota besar lain
di seluruh Eropa.
Adapun sekolah
khusus bagi para tunanetra pertama di Inggris dibuka di Liverpool pada
tahun 1891 dan diikuti oleh sekolah-sekolah di Edinburgh, Bristol,
London dan kota-kota besar lainnya. Pendirian sekolah-sekolah di
Inggris tersebut dipelopori oleh badan-badan sukarela filantropis atau
organisasi-organisasi keagamaan, dan sering dilengkapi dengan
bengkel-bengkel kerja dan rumah-rumah khusus untuk para tunanetra dewasa
yang disebut asylum (rumah suaka). Pada awalnya sekolah-sekolah ini
memiliki tujuan utama untuk mengajarkan keterampilan-keterampilan kerja,
misalnya piagam pendirian sekolah Liverpool menyebutkan bahwa para
tunanetra akan diberi pelajaran dalam bidang musik atau seni mekanik
agar mereka dapat mandiri dan berguna bagi masyarakat (Best, 1992).
2. Sejarah pendidikan Tunanetra Di Indonesia
Sejarah
pendidikan bagi tunanetra di Indonesia dimulai sejak 6 Agustus 1901.
Pada saat itu didirikan Yayasan Perbaikan Nasib orang-orang buta (Rumah
Buta) oleh DR. Ch. A. Westhoff. Beliau adalah seorang dokter mata
berkebangsaan Belanda. Dalam perkembangannya, Rumah Buta dikelola oleh
pihak swasta.
Pada
tanggal 1 Nopember 1979, berdasarkan surat keputusan (SK) Mentri
Sosial nomor 41/HUK/KEP/XI/79 Wiyata Guna merupakan unit pelaksana
tehnik kantor wilayah Departemen Sosial propinsi Jawa Barat, dengan
nama Panti Rehabilitasi Penderita Cacat Mata (PRPCM), dan berdasarkan
surat keputusan (SK) Direktur Jendral Bina Rehabilitasi Sosial nomor
06/KEP/BRS/IV/1994, maka PRPCM berubah nama menjadi Panti Sosial Bina
Netra (PSBN) Wiyata Guna. Pada tahun 2003, berdasarkan keputusan Mentri
Sosial nomor 59 /HUK/2003 tanggal 23 Juli 2003 tentang organisasi dan
tata kerja PSBN Wiyata Guna Sebagai UPT dibawah Direktur Jendral
pelayanan dan rehabilitasi sosial Departemen Sosial Republik Indonesia
dengan klasifikasi tipe A. Hingga saat ini, eksistensi PSBN Wyata Guna
sebagai PSBN tertua di Indonesia masih dapat dirasakan oleh para
tunanetra yang menuntut ilmu bik di lingkungan Wyata Guna itu sendiri
atau di Sekolah Luar Biasa yang berlokasi di sekitar lingkungan Wyata
Guna atau yang bersekolah dan kuliah di tempat lain namun berdiam di
PSBN Wyata Guna.
3. Braille Dalam Pendidikan Tunanetra
Berbicara
tentang pendidikan tunanetra, harus berbicara juga tentang Braille.
Braille merupakan huruf-huruf yang dapat digunakan oleh para tunanetra
dalam kegiatan membaca dan menulis. Braille muncul atas gagasan seorang
Perancis bernama Louis Braille. Louis Braille yang lahir pada 4
Januari 1809, berhasil membebaskan para tunanetra dari ketidakmampuan
untuk membaca dengan menemukan tulisan braille. Tulisan Braille
terinsfirasi dari seorang perwira artileri Napoleon, Kapten Charles
Barbier. Barbier menggunakan titik- titik dan garis-garis sebagai
simbol untuk menyampaikan pesan atau perintah kepada serdadunya saat
gelap malam, sehingga tulisan tersebut dinamakan night writting. Mereka
membaca simbol titik-titik dan garis-garis tersebut dengan jalan
merabanya. Akan tetapi, huruf-huruf Braiile hanya menggunakan
titik-titik dan ruang kosong atau spasi.
Pada awal
munculnya ide untuk membuat huruf-huruf Braille, Louis mencoba
huruf-huruf dengan kombinasi titik dan garis pula, akan tetapi, Louis
dan teman-temannya yang sama mengalami ketunanetraan lebih peka terhadap
titik daripada garis. Tulisan Braille pertama kali digunakan di
L'Institution nasionale des Jeunes Aveugles, Paris, saat mengajar
siswa-siswa tunanetra.
Tulisan Braille
sempat menuai kontrofersi yang berujung pada dipecatnya D. Pignier dan
dilarang menggunakannya di tempat Louis mengajar. Ini dikarenakan
tulisan Braille tidak lazim sehingga sulit untuk meyakinkan masyarakat
akan kegunaan tulisan Braille. Salahsatu penentang tulisan Braille
adalah Dr. Dupau, asisten direktur L'Institution nasionale des Jeulis
Aveugles. Untuk memperkuat gerakan anti Braille, Dupau diangkat menjadi
kepala lembaga yang baru. Pada masanya, semua buku dan transkrip
bertulisan Braille dibakar dan disita. Namun, karena tingkat
perkembangan siswa-siswa tunanetra beranjak baik disebabkan adanya
tulisan Braille, menjelang tahun 1847, tulisan Braille kembali
diperbolehkan. Pada tahun 1851, tulisan Braille diajukan kepada
pemerintah Perancis agar menjadi tulisan yang diakui. Akhirnya hingga
saat ini, Braille masih menjadi sarana penting bagi keberlangsungan
pendidikan tunanetra.
4. Perkembangan Tehnologi Dalam Pendidikan Tunanetra
Membaca dan
menulis merupakan jantung bagi pendidikan. Selama ini, para tunanetra
hanya mengandalkan huruf-huruf Braille sebagai sarana pendidikan dan
sarana komunikasi tullisan. Namun, pada tahun 1989, lahir sarana baru
dalam dunia tehnologi informasi dan komunikasi yang pengaruhnya sangat
signifikan terhadap pendidikan para tunanetra. Sarana baru tersebut
adalah Job Access With Speech (. JAWS).
JAWS pertama
kali dirilis pada tahun 1989 oleh Ted Henter. Ted Henter merilis JAWS
untuk memudahkan dirinya yang kehilangan penglihatan pada tahun 1978
karena kecelakaan kendaraan bermotor. JAWS adalah peranti lunak
(software) pembaca layar (screen reader). JAWS berguna untuk membantu
para tunanetra dalam mengoprasikan computer. Dengan JAWS, para
tunanetra akan mampu secara personal mengakses Microsoft windows. Sejak
dirilis, JAWS terus mengeluarkan versi-versi barunya yang bertujuan
untuk lebih memperluas akses para tunanetra terhadap computer. Pada
tanggal 3 Nopember 2008, lahir versi baru JFW 10.0, yang didukung
dengan itunes versi 8 dan itunes Store.
Dengan lahirnya
JAWS ditengah-tengah para tunanetra, pendidikan tunanetra pun semakin
meningkat. Kebutuhan untuk menyerap ilmu atau informasi tidak hanya
didapat dari buku-buku Braille saja, akan tetapi dapat diperoleh dari
buku-buku dalam format compact disk (CD) atau electronic book (e-book).
Tidak hanya itu, belajar dapat dilakukan secara e-learning dengan
memanfaatkan jaringan internet.
Perkembangan Penggunaan JAWS di Indonesia
Penggunaan JAWS
di Indonesia dimulai sekitar tahun 1990. JAWS masuk ke Indonesia
digandeng oleh Yayasan Mitra Netra yang berdiri sejak 14 Mei 1991 atas
gagasan beberapa para tunanetra yang memiliki kesadaran untuk kemudahan
akses bagi sesamanya. Karena kesadaran inilah akhirnya JAWS masuk ke
Indonesia. Pada awal masuknya pemanfaatan JAWS baru sebatas pada
penggunaan untuk Microsoft Office karena saat itu sistem internet belum
siap dalam penggunaannya. Yayasan Mitra Netra menyelenggarakan kursus
komputer bicara (komputer dengan JAWS untuk para tunanetra. Peserta
kursus didominasi oleh siswa dan mahasiswa para tunanetra yang sedang
menempuh pendidikan secara inklusif di sekolah umum serta perguruan
tinggi. Barulah pada tahun 1999, Yayasan Mitra Netra mulai merentangkan
sayapnya dengan program kursus serupa di Yayasan Mitra Netra
Perwakilan Bandung. Cara yang digunakan untuk memperluas akses para
tunanetra di seluruh Indonesia terhadap teknologi komputer dan Internet
adalah melalui kerja sama dengan Microsoft Indonesia, pada tahun 2003,
Yayasan Mitra Netra mendirikan Community Training and Learning Center
(CTLC) di beberapa organisasi keunanetraan dan Sekolah Luar Biasa (SLB)
untuk para tunanetra di Jakarta, Bandung, Medan, dan Makasar. Melalui
CTLC yang terdiri dari lima lembaga ini (Yayasan Mitra Netra Jakarta,
Kartika Destarata Jakarta, Yayasan Mitra Netra Bandung, YAPTI Makasar
dan Yapentra Medan), Yayasan Mitra Netra menyelenggarakan program
pelatihan komputer bicara bagi generasi muda para tunanetra. Seiring
perkembangannya penggunaan JAWS di Indonesia tidak lagi sebatas
menjalankan aplikasi berbasis Microsoft Office, tetapi juga digunakan
untuk berselancar di dunia maya. Selain itu para tunanetra juga mampu
mengolah sendiri website pribadi.
Dikutip:
http://nurfitrianimaulida.blogspot.com/2010/12/sejarah-pendidikan-tunanetra.html
(18/11/2012, pukul 18.19)
Dikutip:
http://nurfitrianimaulida.blogspot.com/2010/12/sejarah-pendidikan-tunanetra.html
(18/11/2012, pukul 18.19)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar