Salah satu literatur tertua mengenai tunarungu dan tunawicara tercatat pada abad kelima SM, dalam Plato Cratylus,
di mana Socrates berkata: "Jika kami tidak memiliki suara atau lidah,
dan ingin mengungkapkan hal-hal yang satu sama lain, tidak akan kami
mencoba untuk membuat tanda-tanda dengan menggerakkan tangan, kepala, dan seluruh tubuh kita, seperti orang bodoh
lakukan saat ini ?” Disini tampak bahwa orang yang disebut Socrates
sebagai orang bodoh adalah sekelompok orang yang tidak bersuara dan
tidak berlidah. Terdapat juga literatur pada abad ke-2 Yudea, rekaman
dalam traktat Mishnah Gittin menyatakan bahwa untuk tujuan transaksi komersial "Seorang tuli-bisu dapat mengadakan percakapan melalui suatu gerakan tertentu.”
Di masa yang lebih modern, yaitu pada tahun 1620, Juan Pablo Bonet menerbitkan “Reducción de las letras y arte para enseñar a hablar mudos los”
(Pengurangan huruf dan seni untuk mengajar orang bisu untuk berbicara')
di Madrid. Sejumlah esai modern pertama Fonetik dan Logopedia, kemudian
menetapkan metode pendidikan oral bagi penyandang tunarungu dengan cara
penggunaan tanda-tanda manual, dalam bentuk alfabet manual untuk
memperbaiki komunikasi dari penyandang tunarungu dan tunawicara.
Terinpirasi dari bahasa tanda-tanda Bonet ini, Charles-Michel de l'Épée
kemudian menerbitkan alfabet manualnya di abad ke-18, yang sampai kini
terus bertahan di Perancis dan Amerika Utara. Ini merupakanmasa-masa
awal berkembangnya pendidikan khusus penyandang tunarungu dan
tunawicara. c
Pada
1755, Abbé de l'Épée mendirikan sekolah pertama untuk anak-anak
penyandang tunarungu dan tunawicara di Paris. Salah satu lulusannya yang
juga berperan dalam pengembangan pendidikan ini Laurent Clerc. Clerc
melakukan migrasi ke Amerika Serikat bersama Thomas Hopkins Gallaudet
untuk mendirikan Sekolah Amerika untuk Tuli di Hartford, Connecticut,
pada tahun 1817. Perjuangan ini diteruskan oleh Edward Miner Gallaudet
(putra T.H Gallaudet) yang mendirikan sekolah untuk penyandang tunarungu
pada tahun 1857 di Washington, DC. Pada tahun 1864 sekolah ini menjadi
National Deaf-Mute College. Universitas ini kemudian disebut Gallaudet
University, dan masih merupakan universitas seni liberal hanya untuk
orang-orang tunarungu dan tunawicara di dunia.
Di Indonesia sendiri, pendirian lembaga pendidikan yang menangani Anak Tunarungu (ATR) baru dirintis oleh C.M.Roelfsma Wesselink, di Bandung pada tahun 1933. 5 tahun kemudian, di Wonosobo didirikan lembaga pendidikan oleh Misi Katolik yang hanya menerima siswi–siswi tuna rungu yang terkenal pula dengan metode oralnya. Lalu pada tahun 1953 didirikan sekolah lain di kota yang sama oleh Misi Bruder Charitas yang khusus mendidik siswa putra. Dimulai tahun 1970-an mulai berkembang berbagai versi perangkat isyarat dalam menerapkan komunikasi pada penyandang tunarungu di Indonesia. Baru tahun 1933 , Balitbang Dikbud, Dekdikbut mulai menyusun kamus baku bahasa isyarat. Dan pada tahun yang sama Direktorat Pendidikan Dasar, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar Dan Menengah, Depdikbud mengambil keputusan membakukan suatu Sistem Isyarat Nasional, yang kemudian lebih dikenal dengan istilah Sistem Isyarat Bahasa Indonesia.
Dikutip:
http://kwintal.blogspot.com/2011/05/11-sejarah-berkembangnya-kependidikan.html
(18/11/2012, pukul 18.25 WIB)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar