WELCOME TO MY BLOG

Minggu, 18 November 2012

SEJARAH PENDIDIKAN TUNALARAS

  • SEBELUM ABAD XIX

Sebelum abad XIX, tunalaras sering disebut sebagai orang gila, mereka dianggap kerasukan setan. Pada abad ini, anak-anak atau orang dewasa yang menunjukkan perilaku menyimpang dihukum dengan cara yang sama seperti, ditelantarkan, disiksa, ataupun dilukai sampai berdarah. Keadaan ini berlangsung sampai akhir abad XIX.
Seorang dokter dari Perancis yang juga merupakan Psikiater pertama di dunia yaitu Phiillipe Pinel menjadi orang pertama yang mempelopori penanganan Tunalaras. Dengan pendekatan moral yang ditekankan pada perlakuan secara baik dan pembicaraan dari hati ke hati, Pinel mencoba menangani pasien dengan penyakit mental kronis akibat disekap dan disiksa di rumah sakit Bicetre.
Pada akhir tahun 1700-an sampai 1800-an Pinel dan seorang dokter Perancis,Jean More Garpard mencoba mendidik seorang anak yang bernama Victor. Itard mengajari Victor dengan ketrampilan praktis termasuk berbicara. Namun, Victor hanya mampu mengucapkan beberapa kata. Pada waktu yang bersamaan bapak Psikiater AS yaitu Doctor Benjamin Rush mempelopori pengembangan pendidikan anak Tunalaras. Rush menentang metode dalam bentuk kekerasan dan kekejaman sebagai upaya untuk mengendalikan tingkah laku. Kemudian pendekatan ini dikenal sebagai terapi moral yang sekarang banyak dipakai di tempat-tempat penampungan anak Tunalaras.
        
  • ABAD XIX
    Pada abad ini istilah tunalaras mulai dikenal, muncul beberapa teori mengenai penyebab ketunalarasan, ada upaya penanganan secara sistematik dan terbitnya buku-buku tentang ketunalarasan.
   Beberapa Psikiater mulai mengidentifikasi beberapa penyebab Tunalaras yang sekarang menjadi perhatian, seperti Parkinson dan West menyebut interaksi antara kondisi emosi dengan pendidikan atau pola asuh, proteksi berlebihan (over protection), terlalu dimanja dan disiplin yang tidak konsisten. Dengan demikian lingkungan anak sangat berpengaruh terhadap munculnya perilaku ketunalarasan.
Pada abad ini, remaja yang nakal, agresif, tidak patuh atau terlantar tetapi tidak gila atau idiot mulai mendapat perhatian. Kemudian remaja dengan karakteristik seperti disebut diatas dikenal dengan penyandang Tunalaras tingkat sedang.
Wajib belajar pada abad XIX memungkinkan anak memperoleh pendidikan ataupun penanganan di sekolah. Namun dengan di terapkannya pendidikan dengan system klasikal menyulitkan bagi anak tunalaras, mereka tidak dapat secara aktif berkontribusi dalam proses pembelajaran karena beberapa factor. Akibatnya tidak sedikit dari mereka yang putus sekolah, dan menyebabkan anak-anak tunalaras kembali turun ke lingkungan aslinya dengan berbagai bentuk kenakalan dan kejahatan.

  • ABAD XX
Kemajuan yang sangat pesat dalam kajian terhadap ketunalarasan terjadi pada abad XX. Berbagai layanan pendidikan bagi anak tunalaras mulai dibuka, sejak tahun 1920an klinik bagi anak-anak bermasalah dibuka diberbagai universitas dan sekolah. Dibandingkan dengan model lapangan yang diberikan oleh psikiater sebelumnya, ada tiga hal yang baru, yaitu : 1) Adanya kerjasama antar disiplin dalam penanganan anak. 2) Jenis tingkah laku yang ditangani tidak terbatas pada tingkahlaku yang parah,tetapi  juga tingkahlaku yang mengganggu guru dan orang tua. 3) Perhatian juga diberikan tingkah hubungan antar individu dan sikap orang dewasa yang mungkin berpengaruh pada anak.
          Setelah perang dunia II perhatian pada pendidikan anak tunalaras semakin besar. Pada intinya, setelah perang dunia II muncullah konsep bahwa gangguan emosi dan penyimpangan tingkahlaku merupakan katagori tersendiri dalam keluarbiasaan, lepas dari retardasimental,. Berbagai sistem layanan bagi anak-anak inipun muncul seperti klinik psikiater, kelas khusus, dan belakangan muncul setelah khusus ( residential scliol ) bagi anak tunalaras tingkat berat.

Dikutip:
http://syahrudhy.blogspot.com/2012/03/perkembangan-tuna-laras.html 

(18/11/2012, pukul 19.20 WIB)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar